Senin, 04 April 2011

HAMA PENYERANG TANAMAN DAN PENGENDALIANYA


PENDAHULUAN
Walang sangit (Leptocorisa oratorius) atau yang sejenisnya  merupakan salah satu hama serangga penting yang menyerang padi, pada lahan rawa lebak. Hama ini bukan saja dapat menurunkan hasil tetapi juga menurunkan kualitas gabah seperti bintik-bintik coklat pada gabah akibat isapan cairan dari hama tersebut pada saat padi matang susu. Dari hasil observasi, diketahui ada beberapa cara pengendali hama walang sangit yang telah lama dilaksanakan oleh petani. Cara-cara tersebut berpotensi untuk dikembangkan seperti penggunaan keong yang dibusukkan sebagai perangkap, pengasapan dari bahan batu bara, tumbuhan mercon, kapur barus, penggunaan tumbuhan ribu-ribu dan cambai. Walang sangit lebih tertarik untuk datang pada keong-keong yang telah dibusukkan sehingga pengendalian mudah dilaksanakan karena terkonsentrasi pada areal yang sempit. Selain itu pengasapan dengan menggunakan daun tumbuhan mercon ataupun batubara ternyata dapat mengurangi populasi walang sangit. Sedangkan kapur barus, tumbuhan ribu-ribu dan cambai dapat menolak kedatangan walang sangit karena bau yang dipancarkan oleh bahan tersebut sehingga kerusakan padi yang disebabkan walang sangit dapat dihindari.
Cara-cara pengendalian tersebut dapat mengurangi kerusakan gabah padi yang disebabkan walang sangit berkisar15- 20%. Lahan rawa lebak merupakan lahan yang berpotensi untuk dikembangkan karena luasnya yang cukup besar di Inonesia sehingga dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk meningkatan produksi. Luas lahan rawa lebak ditaksir sekitar 13,27 jua ha  atau 40% dari luas keseluruhan rawa yang luasnya sekitar 33,43 juta ha Jawa (Anwarhan, 1989).



Pemanfaatan lahan lebak untuk usaha pertanian umumnya masih rendah dan bervariasi dari satu kawasan kekawasan lainnya. Produktivitas padi di lahan rawa lebak ini pada umumnya masih rendah, disebabkan selain tingkat kesuburan tanah yang rendah, kebanjiran pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau, juga serangan hama dan penyakit yang merupakan salah satu faktor pembatas yang penting. Serangan hama dan penyakit merupakan resiko yang harus dihadapi dan diperhitungkan dalam setiap usaha budidaya tanaman untuk meningkatkan produksi yang sesuai dengan harapan. Resiko ini merupakan konsekuensi dari setiap perubahan ekosistem sebagai akibat budidaya tanaman yang dilakukan, sedangkan ketidaktentuan iklim merupakan suatu hal yang harus diterima sebagai fenomena alam. Perubahan atau ketidak tentuan iklim sangat berpengaruh terhadap perkembangan hama/penyakit dan berpengaruh langsung terhadap usaha budidaya tanaman. Salah satu hama serangga penting di lahan lebak adalah walang sangit (Leptocorisa oratorius F,Coreidae, Hemiptera), dimana hama ini hampir menyerang pertanaman padi hampir disetiap musim. Hama ini menyerang pertanaman padi setelah padi berbunga. Bulir padi ditusuk dengan rostrumnya, kemudian cairan bulir tersebut diisap (Domingo et al., 1982). Akibat serangan hama ini pertumbuhan bulir padi kurang sempurna, biji/bulir tidak terisi penuh ataupun hampa sama sekali. Dengan demikian dapat mengakibatkan penurunan kualitas maupun kuantitas hasil. Adapun taktik pengendalian hama yang paling utama dilakukan petani adalah penggunaan insektisida. Akan tetapi apabila penggunaan bahan insektisida tersebut kurang bijaksana akan menimbulkan dampak negatif bagi flora maupun fauna serta lingkungan, dan disamping itu pula bahan kimia atau pestisida tersebut harganya cukup mahal.
Berdasarkan konsep PHT pengguaan pestisida merupakan alternatif terakhir apabila komponen pengendali lainnya tidak mampu lagi menekan hama tersebut, maka peranan pengendali alami yang ramah lingkungan perlu dikaji. Untuk menunjang konsep PHT tersebut dalam rangka pengurangan penggunaan
bahan insektisida perlu dicari alternatif pengendalian yang bersifat ramah lingkungan antara lain penggunaan bahan bioaktif (insektisida nabati, attraktan, repelen), musuh alami (parasitoid dan predator serta patogen), serta penggunaan perangkap. Tulisan ini menginformasikan teknik pengendalian hama walang sangit pada tingkat petani di lahan lebak Kalimantan Selatan.

NAMA-NAMA HAMA
DAN
CIRRI- CIRINYA
  1. tryporyza innotata (pengerak batang padi putih)
  • ciri-ciri : kupu-kupu berwarna putih, panjang 11-13 mm, yang jantan lebih kecil daripada yang betina.
  • cirri-ciri : wereng berwarna coklat denga tiga buah garis coklat hitam di punggungnya serta ada warna putih disebelah tengahnya, panjang 3-4 mm.
  • cirri-ciri : bentuk badan langsing, penjang 1,5 cm, kaki dan antenanya panjang, telur berbentuk loncong, memiliki bau yang khas, warnanya hijau kadang coklat.
  • cirri-ciri : kepala berwarna kekuning-kuningan dengan becak-becak hitam, tubuh hijau keras dan berambut hitam.
  • cirri-ciri : kupu-kupu berwarna kecoklatan, ujung sayap berwarna gelap, panjang 11 mm, ulat coklat muda, panjang 17 mm, punggung berwarna coklat.
  1. sgatella fuoifera (wereng batang padi punggung putih)
  1. leptocorixa acuta (walang sangit)
  1. plutella xylostatella (ulat daun gubis)
  1. chilo suprosalis (pengerak batang padi bergaris)
Serangan hama walang sangit
Kerusakan yang hebat disebabkan oleh imago yang menyerang tepat pada masa berbunga, sedangkan nimpa terlihat merusak secara nyata setelah pada instar ketiga dan seterusnya (Kalshoven, 1981). Menurut Willis (2001), tingkat serangan dan menurunnya hasil akibat serangga dewasa lebih besar dibandingkan nimfa. Suharto dan Damardjati (1988) melaporkan bahwa 5 ekor walang sangit pada tiap 9 rumpun tanaman akan merugikan hasil sebesar 15%, sedangkan 10 ekor pada 9 rumpun tanaman akan mengurangi hasil sampai 25%. Kerusakan yang tinggi biasanya terjadi pada tanaman di lahan yang sebelumnya banyak ditumbuhi rumput-rumputan serta pada tanaman yang berbunga paling akhir (Willis, 2001).

Serangan Hama Wareng
Hama wereng coklat menyerang tanaman padi seluas 10 hektare (ha) di wilayah Kecamatan Giriwoyo, Wonogiri. Hama itu menyerang tanaman padi milik anggota Kelompok Tani (Kelomtan) Tani Makmur, Desa Tawangrejo, Giriwoyo. Oleh anggota Kelomtan, serangan hama tersebut mampu dilokalisasi sehingga tidak menyerang tanaman padi di desa lain.  Pernyataan itu disampaikan Camat Giriwoyo, Bhawarto, Jumat (2/3). Kepada Espos, Bhawarto menceritakan hama we-reng coklat menyerang tanaman padi jenis IR 64. Tanaman padi yang diserang hama, sudah berumur 35 hari. Sementara sistem penyerangan hama dilakukan secara berkelompok. N “Hasil pengamatan petugas penyuluh lapangan kami, setiap rumpun padi diserang tiga ekor hama. Serangan itu meluas hingga 10 hektare, tetapi tanaman yang diserang hama masih bisa diselamatkan dan tidak puso,” jelasnya. Lebih lanjut Bhawarto menyatakan gerakan massal dengan melibatkan PPL dan petugas hama telah digerakkan sejak awal Maret kemarin. Gerakan itu dimaksudkan untuk menekan luasan lahan yang terserang hama. Dia mengaku, sudah mendapatkan bantuan insektisida dari Dinas Pertanian. Bantuan itu sudah diberikan kepada petani yang memiliki lahan sawah yang terserang hama. Sementara, Camat Pracimantoro, Teguh Setiyono saat dihubungi Espos mengatakan bantuan obat-obatan pertanian juga sudah diterima oleh petani. “Kami sudah menerima bantuan obat-obatan. Bantuan obat-obatan pertanian itu kami peruntukkan bagi luasan 80 hektare lahan pertanian yang terserang hama wereng dan grandong. Jika kurang, petani secara swadaya telah melakukan langkah-langkah pengobatan,” jelasnya.  Teguh mengatakan bagi petani yang lahannya mengalami puso maka akan dimintakan bantuan benih padi ataupun jagung.  Seperti diberitakan, hama berbagai jenis akhir-akhir ini menyerang tanaman padi dan palawija terjadi di tiga kecamatan di Wonogiri. Serangan hama itu menimpa lahan seluas 180 hektare dan 26 hektare di antaranya terancam puso.  Serangan hama paling luas terjadi di Kecamatan Pracimantoro. Di wilayah Pracimantoro, hama menyerang tanaman padi gogo, jagung dan kacang tanah.

Penanggulangan Hama Wereng Dan Walang Sangit
a. Penggunaan Perangkap
Di lahan rawa lebak petani dalam mengendalikan hama khususnya walang sangit menggunaan perangkap yaitu dari bahan keong yang dibusukkan. Dengan cara pengendalian tersebut intensitas kerusakan walang sangit dapat ditekan. Hasil pengamatan dilapang menunjukkan bahwa pengendalian dengan menggunakan perangkap bau busuk (keong) tersebut cukup efektif dibandingkan pengendalian lainnya dalam mengendalikan hama walang sangit. Adapun fungsi dari penggunakan perangkap dari bahan keong yang dibusukkan tersebut adalah untuk mengalihkan perhatian dari walang sangit tersebut karena dengan perangkap tersebut walang sangit lebih tertarik berkunjung ketempat perangkap
tersebut dibandingkan pada bulir padi.
Jumlah populasi yang didapatkan pada perangkap tersebut 5-10 ekor/perangkap. Kadang-kadang petani juga menaruh bahan racun dari karbofuran 5-10 butir/tempat, sehingga walang sangit yang datang berkunjung dan mengisap bahan tersebut dan mati. Pengandalian hama walang sangit dengan cara perangkap busuk tersebut yang dipasang ditepi-tepi sawah dengan jarak antar perangkap 10-15 m tersebut cukup efektif perangkap bau busuk tersebut untuk makan dan mengisap cairannya. Walang sangit lebih tertarik kepada bau-bauan tersebut dibandingkan makan pada padi yang sedang berbunga sampai matang susu. Menurut Sunjaya (1970), banyak diantara jenis-jenis serangga tertarik oleh bau-bauan dipancarkan oleh bagian tanaman yaitu bunga, buah atau benda lainnya. Zat yang berbau tersebut pada hakekatnya adalah senyawa kimia yang mudah menguap seperti pada perangkan bau busuk tersebut. Dengan demikian intensitas kerusakan bulir/biji padi dapat dihindari dengan cara perangkap bau tersebut. Dilihat dari lingkungan tidak mempengaruhi terutama keberadaan musuh alami (predator dan parasitoid) di lahan lebak tersebut. Dari hasil pengamatan terhadap musuh alami populasi predator jenis laba-laba, kumbang karabit dan belalang minyak dan jenis parasitoid lainnya populasi cukup tinggi (Tabel 2). Dan ada pula cara lain yaitu dengan menggunakan obor dan asap tetapi hasilnya kurang memuaskan, karena cara tersebut selain dapat menarik walang sangit tetapi juga dapat menarik serangga-serangga lain terutama jenis musuh alaminya ikut terbunuh. Adapun cara perangkap bau busuk tersebut bukan mematikan hama walang sangit tetapi
hanya mengalihkan perhatian sehingga dapat menghindari serangan hama tersebut pada padi.
Tabel 1. Cara pengendalian walang sangit ditingkat petani lahan lebak Alabio pada MT. 2002/2003.
Taktik pengendalian Intensitas kerusakan (%)
Perangkap busuk (keong) 5 – 7,5
Ubor(Api 10-15
Asap 10-18
Nsektisida I 7,5-11,5
Kontrol 25-75

b. Pemanfaatan Asap
Taktik pengandalian dengan menggunaan asap sudah seringkali dilakukan oleh petani rawa lebak maupun tadah hujan, tetapi hasilnya kurang memuaskan. Tetapi dengan mengganti bahan pengasapan tersebut dengan menggunaan bahan galian batubara menunjukkan hasil yang cukup memuaskan, karena bahan galian batubara tersebut kalau dibakar dapat bertahan lama dan menimbulkan bau yang menusuk sehingga dapat mempengaruhi aktivitas dari hama walang sangit. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa penggunaan asap dari bahan galian batubara intensitas kerusakan oleh walang sangit dapat ditekan. Hal ini diduga bahwa bau asap dari bahan galian batu bara tersebut dapat mengusir hama walang sangit, karena pada lokasi pertanaman padi yang tidak melakukan pengendalian dengan cara pengasapan (bahan batubara) intensitas kerusakan cukup tinggi (Tabel 3). Selain di lahan rawa lebak pengendalian cara tersebut dilakukan juga oleh petani
rawa pasang surut dan hasilnya cukup baik, dan disamping itu pula penggunaan insektisida dapat ditekan.
Selain pengasapan dengan menggunakan bahan batu bara juga petani menggunakan bahan tanaman dari tumbuhan cambai dan tumbuhan mercon dalam mengendalikan hama walang sangit. Dengan menggunakan bahan tumbuhan tersebut intensitan kerusakan oleh walang sangit dapat ditekan. Menurut Asikin dan Thamrin (2003), melaporkan bahwa tumbuhan cabai dan mercon tersebut berpotensi sebagai insektisida nabati bahan persentase tingkat kematian larva ulat jengkal melebihi dari kontrol insektisida nabati dari tumbuhan Mimba yaitu tumbuhan galam, mercon, sungkai, kedondong, kumandrah dan cabai yaitu berkisar antara 70 – 80 %.
Tabel 2. Intensitas kerusakan oleh walang sangit pada MT.2001/2002 di lahan rawa lebak.
Cara pengasapan Intensitas kerusakan (%)
Asap (bahan batubara) 6-8,5
Obor(Api) 9-17,5
Asap (bahan rerumputan) 10-16
Asap (bahan kayu) 7-12
Insektisida 10-12,5
Kontrol 25-65

c. Penggunaan Kapur Barus
Adapun taktik lain yang sering digunakan petani dalam mengendalikan walang sangit adalah dengan menggunakan kapur barus. Cara ini juga cukup efektif dalam mengendalikan hama walang sangit. Aplikasi taktik pengendalian ini dilakukan pada saat fase vegetatif atau saat padi bunting sampai bulir-bulir padi mulai mengeras yaitu dengan cara menggantungkan kapur barus tersebut yang sudah dimasukkan kedalam pembungkus dari kain bekas. Taktik pengendalian dengan menggunakan kapur barus ini bersifat menolak atau mengusir datangnya hama walang sangit karena bau yang dipancarkan oleh zat yang terkandung dalam kamapar tersebut. Jarak antar kantong tersebut berkisar antara 4-5 meter pada bagian pinggir tanaman padi. Dengan cara ini intensitas kerusakan oleh walang sangit dapat ditekan yaitu berkisar antara 5-10%.

d. Penggunaan tumbuhan ribu-ribu
Pengendalian hama pada saat fase generatif yaitu serangan hama penggerek batang (beluk), walang sangit dan hama lainnya, yaitu menggunakan tumbuhan liar ribu-ribu yang aplikasinya dengan cara menaburkan daun ribu-ribu tersebut pada lahan pertanaman padi pada saat fase bunting. Melalui cara tersebut hama penggerek batang dan khususnya walang sangit dapat dihindari, karena pengaruh bau yang ditimbulkan dari daun gulma ribu-ribu yang terendam air tersebut mengeluarkan bau yang dapat mempengaruhi dari kunjungan hama-hama tersebut. Dengan demikian gulma atau tumbuhan liar tersebut mempunyai daya penolak terhadap hama pengrerek dan walang sangit.

Serangan hama ulat
Sejumlah petani padi di Kecamatan Palas, Lampung Selatan, mulai resah dan dibayang-bayangi gagal panen. Pasalnya, tanaman padi milik mereka kini diserang hama ulat pengerat dan penyakit kuning. Menurut Hamidi (33), salah seorang petani di Dusun Lebung Larangan, Desa Sukaraja, Kecamatan Palas, para petani di daerah tersebut mulai khawatir gagal panen pada musim tahun 2008. Sebab saat ini tanaman padi milik mereka rusak. Hampir seluruh tanaman padi milik kami kini rusak. Kami juga tidak tahu harus bagaimana lagi mengatasi hama padi seperti ulat, keong mas, dan penyakit kuning,” ujar Hamidi, Jumat (16-5), sembari menunjuk areal persawahannya yang rusak akibat diserang hama ulat dan penyakit kuning.
Hamidi mengatakan areal persawahan di Lebung Larangan yang ditanami padi, terserang hama ulat dan penyakit kuning. “Untuk Kecamatan Palas, padi yang rusak ada tiga desa; Desa Sukaraja, Desa Bangunan, dan Desa Sukabakti. Hampir seluruh tanaman padi milik petani setempat, rata-rata terserang ulat dan penyakit kuning. Bagaimana kami tidak resah. Sementara padi yang saya tanam rusak semua,” ujarnya. Sementara itu, Toni (29), seorang petani padi di Desa Sukaraja, Kecamatan Palas, yang memiliki persawahan di Lebung Larangan mengatakan beberapa bulan lalu, tanaman padi miliknya rusak akibat diserang keong mas. Belum selesai menghadapi serangan hama keong mas, kini sudah datang hama pengganggu lainya, ulat dan penyakit kuning. “Saya sudah berupaya semaksimal mungkin melakukan penyemprotan dan membasmi hama yang menyerang tanaman padi. Tapi, ulat dan penyakit kuning masih saja menyerang tanaman padi yang kami tanam,” kata Toni.  Toni mengatakan bisa dipastikan petani padi di daerah tersebut pada musim tanam kali ini akan gagal panen. Padahal, pada musim tanam tahun 2008, para petani di daerah tersebut berharap sawahnya bisa menuai hasil maksimal. Namun, apa boleh buat, kemungkinan besar pada panen tahun ini, para petani padi di daerah tersebut hanya memperoleh hasil sedikit. Ulat dan keong mas serta penyakit kuning yang menyerang tanaman padi yang kami tanam, membuat para petani rugi besar.

Penaggulangan hama ualat
Sedangkan untuk mengatasi meluasnya serangan hama ini ada lima cara yang bisa dilakukan, yaitu menangkap kupu-kupu (induk ulat grayak) dengan jaring serangga, mengumpukan telur untuk dimusnahkan, meletakkan daun pisang pada lokasi serangan hama sehinga ulat grayak yang tidak tahan sinar matahari ini berkumpul dibawah daun kemudian dilakukan penyemprotan dengan inteksida. Selain itu melakukan penggenangan sawah dengan air dan melakukan penyemprotan dengan inteksida.
Namun dari lima cara ini yang paling efektif dan sudah dilakukan Dinas Pertanian Kotim yaitu melakukan penggenangan sawah dengan air dengan membuat tabat dan melakukan penyemprotan dengan inteksida. Sedangkan untuk membantu petani melakukan penanaman padi diareal yang diserang ulat Dinas Pertanian akan memberi bantuan bibit unggul sebanyak 30 Kg untuk setiap KK petani dan direncanakan penanaman bibit ini dilaksanakan setelah lebaran Idul Fitri.
Sementara informasi yang dihimpun ANTARA, serangan ulat tidak hanya menyerang lima kecamatan ini saja, namun juga telah menyerang tanaman padi di Kecamatan Mentawa Baru Ketapang ada belasan hektar yang terserang. Yanto salah seorang petani di Desa Eka Bahurui mengatakan, serangan hama ulat ini membuat petani menjadi frustasi karena hampir setiap tahun diserang hama, dan sebelumnya lahan pertanian mereka juga diserang hama belalang kembara. Menurutnya, munculnya hama ini diperkirakan akibat tergangunya keseimbangan alam yaitu hutan telah gundul akibat penjarahan dan terbakar.

Serangan Hama Kupu
Hama Eurema spp atau kupu kuning dilaporkan menyerang daun sengon di Jawa Barat sejak tahun 1985 (Suratmo, 1974). Hama ini termasuk ke dalam ordo Lepidoptera, famili Pieridae. Larva berwarna hijau muda bergaris putih dengan kepala coklat kehitaman. Imago berwarna kuning dengan tepi sayap berwarna coklat, aktif pada siang hari dan senang pada tempat basah atau terbang di atas rumput-rumput (Kalshoven, 1981; Suratmo, 1974). Hama ini menyerang tanaman dengan cara bergerombol, daun menjadi gugur dan menyisakan tulang daun. Dalam jumlah banyak hama ini dapat menyebabkan gundulnya tanaman dan mati pucuk (Nair dan Sumardi, 2000).

Penanggulangan Hama Kupu-Kupu
Serangan hama selalu membuat petani pusing. Selain tanaman padinya rusak, juga harus mengeluarkan biaya tambahan untuk membeli obat pembasmi hama. Sudah lama petani terbiasa menggunakan pestisida kimia buatan pabrik. Mereka kadang tak menyadari, penggunaan pestisida yang terus-menerus bisa berdampak buruk karena hama akan lebih kebal.  Selain itu, obat kimia justru bisa membunuh predator atau musuh alami hama yang disemprot. ”Sekarang hama makin membuat pusing, disemprot dengan berbagai macam obat tidak mati. Padahal, untuk beli obat hama diperlukan dana tambahan yang tidak sedikit,” kata salah satu peserta pelatihan sistem intensifikasi padi dan pengenalan obat hama alami di Balaidesa Pundungan, Kecamatan Juwiring. Saat itu kelompok tani Desa Pundungan dan Jetan, Kecamatan Juwiring, dan petani Desa Tegalgondo dan Sukorejo, Kecamaan Wonosari, belajar tentang sistem intensifikasi padi serta pengenalan pupuk organik dan obat hama alami yang ramah lingkungan. Keluhan itu dirasakan oleh hampir semua petani bila lahannya terserang hama. Menurut penuturan mereka, hama sekarang lebih kebal terhadap obat kimia buatan pabrik. Karena itu, berkali-kali disemprot hama tetap muncul.  Contohnya hama sundep yang selalu muncul setiap tahun. Hama tersebut menyerang batang padi sehingga pertumbuhan padi terganggu.  Selama ini petani sering mengandalkan pestisida untuk menyemprot sundep di lahan padinya. Namun lama-kelamaan mereka sadar, telur sundep bisa tahan pestisida. Selain itu, penggunaan pestisida dikhawatirkan mencemari air dan tanah, sehingga justru membunuh hewan penggembur tanah. Karena itu, kini petani mulai belajar cara membasmi hama yang lebih manjur dan menghemat biaya. Saat ini sudah dikenalkan obat pembasmi hama alami untuk mengatasi sundep. Caranya sederhana dan murah, namun dibutuhkan kesabaran dan ketelatenan para petani.  Untuk dapat mengatasi perkembangbiakan sundep, petani harus mengetahui siklus perkembangannya. Menurut Dwi Tavip Wiyono yang berpengalaman menerapan pembasmian sundep secara alami, sundep itu berkembang biak dengan telur, kemudian menjadi ulat, kepompong, dan kupu.  Untuk mengendalikan hama tersebut, siklus itu harus diputus. ”Kalau disemport dengan obat kimia, ulat yang berada dalam tanaman sering tidak mati, bahkan telurnya masih bisa menetas walaupun sudah terkena semprotan obat hama. Selain tidak mematikan hama, obat kimia bisa merusak lingkungan,” kata Dwi Tavip. Dia bersama kelompok tani Desa Sidoharjo, Kecamatan Polanharjo, pernah melakukan uji coba pemberantasan sundep. Caranya sangat sederhana, namun mampu mengendalikan perkembangan hama perusak batang itu. ”Kupu-kupu sundep itu menyukai cahaya. Mereka akan datang ke arah cahaya. Jadi kami menggunakan lampu petromaks dan oli bekas. Namun kami harus sabar karena cara ini harus dilakukan pada malam hari,” kata Dwi Tavip. Lampu petromaks dinyalakan di lahan yang terkena serangan sundep. Tak lama kemudian kupu-kupu akan berdatangan ke arah lampu petromaks.  Untuk menangkap kupu-kupu, petani hanya memerlukan oli bekas yang dituangkan di sekitar lampu petromaks. ”Kupu-kupu yang datang akan terperangkap di oli bekas. Namun cara ini harus diulang setiap kali musim sundep datang. Pengalaman di Sidoharjo, sundep bisa hilang, namun tahun berikutnya dibiarkanya muncul lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


Tags

Blog Archive